ADA
Orang yang terinfeksi malaria menunjukkan berbagai gejala seperti demam panas, menggigil, muntah, kekurangan energi, bahkan kejang-kejang setelah enam sampai 14 hari terkena gigitan nyamuk Anopheles betina. Untuk mendiagnosa malaria, para ilmuwan mengambil sampel darah dan mengujinya menggunakan mikroskop, mencari sel yang terinfeksi parasit malaria. Sel yang terinfeksi tersebut ditandai dengan warna yang lebih gelap dari sel darah merah normal. Di beberapa daerah yang belum memiliki fasilitas mikroskop atau staf ahli berpengalaman, umumnya para dokter menggunakan tes antigen. Dengan tes ini, setetes darah bisa mendeteksi keberadaan beberapa molekul yang dibuat parasit malaria dan dilepaskan ke dalam darah manusia. Sayangnya metode ini kurang efektif digunakan di daerah yang penduduknya tidak cukup mampu untuk membayar tes antigen atau menganggap darah merupakan hal yang tabu.
Dunia medis pun kemudian memperkenalkan metode bernama Maliva, yaitu mendeteksi malaria melalui air liur yang menempel pada permen karet. Ketika seseorang mengunyah permen karet, air liur mengandung molekul yang diproduksi parasit malaria, masuk ke mulut. Partikel nano magnetik dengan antibodi kemudian akan menempel ke molekul. Setelah beberapa menit, permen karet akan dibuang dan ditempatkan pada strip kertas. Nanopartikel yang terikat pada protein malaria, akan menujukkan garis tipis. Apabila tidak ada garis, berarti orang tersebut tidak terkena malaria. "Menggunakan air liur dan bukan jarum suntik yang menyakitkan, akan menjadi tren dunia media dalam beberapa tahun ke depan, termasuk untuk mendeteksi penyakit lain selain malaria," kata Fung optimistis.
0 comments:
Post a Comment